CYBERCRIME
DI INDONESIA kelas
PGSD - 4
Nama
Praktikan
|
Nomor
Mahasiswa
|
Tanggal
Kumpul
|
Tanda Tangan
Praktikan
|
Dedi
Santoso
|
40211129
|
18
Juni 2012
|
|
Nama
Penilai
|
Tanggal
Koreksi
|
Nilai
|
Tanda Tangan
Dosen
|
Rory Idrus, S.Kom
|
|
|
|
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
STKIP ISLAM BUMIAYU
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Cybercrime terdiri dari dua kata,
yakni “cyber” dan “crime”.
Cybercrime merupakan tindak criminal yang dilakukan
dengan menggunakan teknologi computer sebagai alat kejahatan utama.
Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan
perkembangan teknologi computer khusunya internet.Cybercrime didefinisikan
perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi computer yang berbasasis
pada kecanggihan perkembangan teknologi internet.Berdasarkan uraian di atas,
dapat disimpulkan bahwa karakteristik kejahatan cyber adalah:
1.
Perbuatan anti sosial yang muncul sebagai dampak negatif dari pemanfaatan
teknologi informasi tanpa batas.
2.
Memanfaatkan rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang
tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi. Salah satu rekayasa teknologi
yang dimanfaatkan adalah internet.
B.Rumusan Masalah
·
Perkembangan Cybercrime Di Indonesia
·
Kerangka Hukum yang Mengatur Cybercrime di Indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
A.Perkembangan
Cybercrime di Indonesia
Kebutuhan
akan teknologi Jaringan Komputer semakin meningkat. Selain sebagai media
penyedia informasi, melalui Internet pula kegiatan komunitas komersial menjadi
bagian terbesar, dan terpesat pertumbuhannya serta menembus berbagai batas
negara. Bahkan melalui jaringan ini kegiatan pasar di dunia bisa diketahui
selama 24 jam. Melalui dunia internet atau disebut juga cyberspace, apapun
dapat dilakukan. Segi positif dari dunia maya ini tentu saja menambah trend
perkembangan teknologi dunia dengan segala bentuk kreatifitas manusia. Namun
dampak negatif pun tidak bisa dihindari. Tatkala pornografi marak di media
Internet, masyarakat pun tak bisa berbuat banyak.
Kejahatan
dunia maya (Inggris: cybercrime) adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas
kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau
tempat terjadinya kejahatan. Termasuk ke dalam kejahatan dunia maya antara lain
adalah penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu
kredit/carding, confidence fraud, penipuan identitas, pornografi anak, dan
lain-lain. Cybercrime adalah tindak criminal yang dilakukan dengan menggunakan
teknologi computer sebagai alat kejahatan utama. Cybercrime merupakan kejahatan
yang memanfaatkan perkembangan teknologi computer khusunya internet. Cybercrime
didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi
computer yang berbasasis pada kecanggihan perkembangan teknologi internet.
Perkembangan dan contoh Cybercrime.
Dengan perkembangan teknologi atau
globalisasi dibidang teknologi informasi dan komunikasi pada saat ini cyber
crime akan sangat meningkat. Banyak sekali contoh Cybercrime yang telah terjadi
seperti penipuan penjualan barang melalui on line, penipuan kartu kredit,
pornografi, dan lain-lain. Munculnya kejahatan yang disebut dengan “CyberCrime”
atau kejahatan melalui jaringan Internet berbanding lurus dengan Perkembangan
teknologi Internet. Munculnya beberapa kasus “CyberCrime” di Indonesia, seperti
pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang
lain, misalnya email, dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah
yang tidak dikehendaki ke dalam programmer komputer. Sehingga dalam kejahatan
komputer dimungkinkan adanya delik formil dan delik materil. Delik formil
adalah perbuatan seseorang yang memasuki komputer orang lain tanpa ijin,
sedangkan delik materil adalah perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi
orang lain (berdasarkan makalah Pengamanan Aplikasi Komputer Dalam Sistem
Perbankan dan Aspek Penyelidikan dan Tindak Pidana). Adanya CyberCrime telah
menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah sulit mengimbangi teknik
kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer, khususnya jaringan internet
dan intranet.
Bahkan belum
lama ini beredar berita tertangkapnya pelaku penipuan yang mengguna media
online sebagai alat untuk melakukan penipuan. Pelaku memanfaatkan media
pertemanan facebook sebagai alat untuk mencari mangsa sebagai korban penipuan.
Contoh lain cyber crime yang terjadi adalah membuat suatu program jahat yang
digunakan untuk mendapatkan hak akses untuk memasuki/ menyusup ke dalam suatu
sistem jaringan komputer secara tidak sah, dan tanpa sepengetahuan dari
pemilik. Kejahatan seperi ini kerap muncul seperti di facebook yaitu dengan
menggunakan cara memberikan link kepada pengguna yang menginformasikan bahwa
link tersebut sangat bermanfaat bagi pengguna seperti aplikasi berbentuk link
tidak dikenal padahal pada saat anda meng klik link tersebut maka program jahat
akan langsung menjalankan program dimana program tersebut dapat mengambil data
pribadi anda seperti password serta akan mengirimkan link tersebut kepada teman
anda untuk mencari korban lainnya. Kejahatan seperti peniruan web page
penggunaan software bajakan adalah contoh lain dari Cyber Crime. Kejahatan
seperti dapat dikategorikan ”Offense against Intellectual Property” berdasarkan
jenis aktivitasnya.
Cybercrime diklasifikasikan :
1. Cyberpiracy : Penggunaan
teknologi computer untuk mencetak ulang software atau informasi, lalu
mendistribusikan informasi atau software tersebut lewat teknologi komputer.
2. Cybertrespass : Penggunaan
teknologi computer untuk meningkatkan akses pada system computer suatu
organisasi atau indifidu.
3. Cybervandalism : Penggunaan
teknologi computer untuk membuat program yang menganggu proses transmisi
elektronik, dan menghancurkan data dikomputer.
Jenis-jenis cybercrime berdasarkan
jenis aktivitasnya :
1. Unauthorized Access to Computer
System and Service
2. Illegal Contents
3. Data Forgery
4. Cyber Espionage
5. Cyber Sabotage and Extortion
6. Offense against Intellectual
Property
7. Infringements of Privacy
8. Cracking
9. Carding
Mengacu pada kasus – kasus
CyberCrime yang tercatat banyakk terjadi oleh National Consumer League (NCL)
dari Amerika yang cepat atau lambat menular ke Indonesia, sebagai berikut :
1. Penipuan Lelang On-line
a. Cirinya harga sangat rendah
(hingga sering sulit dipercayai) untuk produk – produk yangyang diminati,
penjual tidak menyediakan nomor telepon, tidak ada respon terhadap per -tanyaan
melalui email, menjanjikan produk yang sedang tidak tersedia.
b. Resiko Terburuk adalah pemenang
lelang mengirimkan cek atau uang, dan tidak memperoleh produk atau berbeda
dengan produk yang diiklankan dan diinginkan.
c. Teknik Pengamanan yang
disarankan adalah menggunakan agen penampungan pembayaran(escrow accounts
services) seperti www.escrow.com dengan biaya sekitar 5% dari hargaproduk. Agen
ini akan menyimpan uang Pembeli terlebih dahulu dan mengirimkannya ke Pen-jual
hanya setelah ada konfirmasi dari Pembeli bahwa barang telah diterima dalam
kondisi yang memuaskan.
2. Penipuan Saham On-line
a. Cirinya tiba – tiba Saham
Perusahaan meroket tanpa info pendukung yang cukup.
b. Resiko Terburuk adalah tidak ada
nilai riil yang mendekati harga saham tersebut, kehilangan seluruh jumlah
investasi dengan sedikit atau tanpa kesempatan untuk menutup kerugian yang terjadi.
c. Teknik Pengamanan antara lain
www.stockdetective.com punya daftar negatif saham – saham.
3. Penipuan Pemasaran Berjenjang
On-line
a. Berciri mencari keuntungan dari
merekrut anggota, menjual produk atau layanan secara fiktif.
b. Resiko Terburuk adalah ternyata
98% dari investor yang gagal.
c. Teknik Pengamanan yang
disarankan adalah jika menerima junk mail dengan janji yang bom-bastis, lupakan
saja dan hapuslah pesan itu.
4. Penipuan Kartu Kredit (kini
sudah menular di Indonesia)
a. Berciri, terjadinya biaya
misterius pada tagihan kartu kredit untuk produk atau layanan Internet yang
tidak pernah dipesan oleh kita.
b. Resiko Terburuk adalah korban
bisa perlu waktu yang lama untuk melunasinya.
c. Teknik Pengamanan yang
disarankan antara lain gunakan mata uang Beenz untuk transaksi online, atau
jasa Escrow, atau jasa Transfer Antar Bank, atau jasa Kirim Uang Western Union,
atau pilih hanya situs – situs terkemuka saja yang telah menggunakan Payment
Security seperti VeriSign.
Untuk menindak lanjuti CyberCrime
tentu saja diperlukan CyberLaw (Undang – undang khusus dunia Cyber/Internet).
Selama ini landasan hukum CyberCrime yang di Indonesia menggunakan KUHP (pasal
362) dan ancaman hukumannya dikategorikan sebagai kejahatan ringan, padahal
dampak yang ditimbulkan bisa berakibat sangat fatal. Indonesia dibandingkan
dengan USA, Singapura, bahkan Malaysia memang cukup ketinggalan dalam masalah
CyberLaw ini. Contohnya Singapura telah memiliki The Electronic Act 1998 (UU
tentang transaksi secara elektronik), serta Electronic Communication Privacy
Act (ECPA), kemudian AS mempunyai Communication Assistance For Law Enforcement
Act dan Telecommunication Service 1996.
Faktor lain yang menyebabkan
ketertinggalan Indonesia dalam menerapkan CyberLaw ini adalah adanya
ke-strikean sikap pemerintah terhadap media massa yang ternyata cukup membawa
pengaruh bagi perkembangan CyberLaw di Indonesia. Sikap pemerintah yang
memandang minor terhadap perkembangan internal saat ini, telah cukup memberikan
dampak negatif terhadap berlakunya CyberLaw di Indonesia. Kita lihat saja saat
ini, apabila pemerintah menemukan CyberCrime di Indonesia, maka mereka
“terpaksa” mengkaitkan CyberCrime tersebut dengan hukum yang ada, sebut saja
KUHP, yang ternyata bukanlah hukum yang pantas untuk sebuah kejahatan yang
dilakukan di CyberSpace. Akhirnya pemerintah, dalam hal ini POLRI, sampai saat
ini ujung – ujungnya lari ke CyberLaw Internasional yang notabene berasal dari
AS.
Berdasarkan sikap pemerintah
diatas, menurut RM. Roy Suryo, pada waktu dulu selalu saja menganaktirikan
Informasi yang berasal dari Internet. Bagi pemerintah, internet tersebut lebih
banyak memberikan mudharat dari pada manfaatnya. Sehingga, image internet itu
sendiri di masyarakat lebih terasosi sebagai media pornografi. Padahal di
negara – negara maju, sebut saja USA, Singapura, dan Malaysia, mereka telah
dapat memposisikan internet sebagai salah satu pilar demokrasi di negaranya,
bahkan untuk Malaysia dan Singapura, mereka benar – benar memanfaatkan internet
sebagai konsep Visi Infrastruktur Teknologi mereka. Meskipun demikian,
Indonesia ternyata juga memiliki konsep yang serupa dengan hal yang disebut
diatas, yaitu Nusantara 21, akan tetapi muncul kerancuan dan kebingungan
masyarakat terhadap kontradiksi sikap pemerintah tersebut, sehingga masyarakat
menjadi tidak percaya atau ragu – ragu terhadap fasilitas yang terdapat di
internet. Hal ini merupakan faktor tambahan kenapa Indonesia cukup ketinggalan
dalam menerapkan CyberLaw. Adanya masa kekosongan CyberLaw ini di Indonesia,
tentu saja membuat para hacker merasa leluasa untuk bertindak semaunya di
CyberSpace, untuk mengantisipasi tindakan tersebut, saat ini para pakar
teknologi kita seperti RM. Roy Suryo dan Onno W. Purbo bekerja sama dengan
berbagai pihak, baik dari pemerinta maupun swasta, membuat rancangan CyberLaw.
Mengenai rancangan CyberLaw ini, mengingat bahwa karakter CyberSpace selalu
berubah cepat dan bersifat global, sehingga bentuk CyberCrime dimasa depan
sangat sulit diramalkan. RM. Roy Suryo berpendapat sejak dulu bahwa sejak dulu
piranti hukum selalu ketinggalan dengan teknologinya, sehingga dalam CyberLaw
ini nantinya akan terdapat beberapa pasal yang bersifat terbuka, artinya selain
pasal – pasal tersebut bisa diamandemen, juga dapat dianalogikan terhadap hal –
hal yang bersifat global.
Landasan Hukum CyberCrime di
Indonesia, adalah KUHP (pasal 362) dan ancaman hukumannya dikategorikan sebagai
kejahatan ringan, padahal dampak yang ditimbulkan oleh CyberCrime bisa
berakibat sangat fatal. Beberapa indikator penyalahgunaan sarana dan prasarana
di Internet, antara lain :
1. Menjamurnya warnet hampir setiap
propinsi di tanah air yang dapat digunakan sebagai fasilitas
untuk melakukan tindak kejahatan
CyberCrime, disebabkan tidak tertibnnya sistem administrasi dan penggunaan
Internet Protocol/IP Dinamis yang sangat bervariatif.
2. ISP (Internet Service Provider)
yang belum mencabut nomor telepon pemanggil yang meng -gunakan Internet.
3. LAN (Local Area Network) yang
mengakses Internet secara bersamaan (sharing), namun tidak mencatat dalam
bentuk log file aktifitas dari masing – masing client jaringan.
4. Akses Internet menggunakan pulsa
premium, dimana untuk melakukan akses ke Internet, tidak perlu tercatat sebagai
pelanggan sebuah ISP.
Berbicara mengenai tindak kejahatan
(Crime), tidak terlepas dari lima faktor yang terkait, antara lain karena
adanya pelaku kejahatan, modus kejahatan, korban kejahatan, reaksi sosial atas
kejahatan, dan hukum. Berdasarkan beberapa pustaka, sebagian besar menyebutkan
bahwa pelaku CyberCrime adalah para remaja yang berasal dari keluarga baik –
baik, bahkan berotak encer. Hukum positif di Indonesia masih bersifat “lex loci
delicti” yang mencakup wilayah, barang bukti, tempat atau fisik kejadian, serta
tindakan fisik yang terjadi. Padahal kondisi pelanggaran yang mungkin terjadi
di CyberSpace dapat dikatakan sangat bertentangan dengan hukum positif yang ada
tersebut.
Dalam CyberCrime, pelaku tampaknya
memiliki keunikan tersendiri, secara klasik kejahatan terbagi dua : Blue Collar
Crime dan White Collar Crime. Pelaku Blue Collar Crime biasanya dideskripsikan
memiliki stereotip, seperti dari kelas social bawah, kurang terdidik,
berpenghasilan rendah, dsb. Sedangkan White Collar Crime, para pelaku
digambarkan sebaliknya. Mereka memiliki penghasilan yang tinggi, berpendidikan,
dsb. Untuk pelaku CyberCrime, pembagian teoritis demikian tampaknya kurang
mengena lagi. Karena dipacu oleh perkembangan teknologi yang pesat, telah
menghasilkan komunitas yang lebih kompleks. Dampak dari kehidupan yang semakin
kompleks, telah memperlebar celah – celah kriminalitas, maka Polri harus sedini
mungkin berperan secara aktif sebagai anggota masyarakat global Cyberspace.
CyberPolice merupakan polisi yang dilatih dan ditugaskan untuk menangani kasus
– kasus di dalam segala tindakan kriminal yang dilakukan di dunia maya
CyberSpace. Andaikata CyberPolice tidak segera diwujudkan, maka semua kejahatan
yang timbul di dunia CyberSpace tidak dapat dijangkau oleh Polri. Beberapa
kasus penting yang pernah ditangani Polri dibidang CyberCrime adalah :
1. Cyber Smuggling, adalah laporan
pengaduan dari US Custom (Pabean AS) adanya tindak penyelundupan via internet
yang dilakukan oleh beberapa orang Indonesia, dimana oknum – oknum tersebut
telah mendapat keuntungan dengan melakukan Webhosting gambar – gambar porno di
beberapa perusahaan Webhosting yanga ada di Amerika Serikat.
2. Pemalsuan Kartu Kredit, adalah
laporan pengaduan dari warga negara Jepang dan Perancis tentang tindak
pemalsuan kartu kredit yang mereka miliki untuk keperluan transaksi di
Internet.
3. Hacking Situs, adalah hacking
beberpa situs, termasuk situs POLRI, yang pelakunya di identifikasikan ada di
wilayah RI.
Sulitnya menciptakan peraturan –
peraturan di CyberSpace, khususnya membuat CyberCrime Law, adalah disebabkan
perubahan – perubahan radikal yang dibawa oleh revolusi teknologi informasi
yang membalikkan paradigma – paradigma. Untuk membuat ketentuan hukum yang
memadai di dunia maya. Tampaknya harus terpaksa rela menunggu revolusi mulai
reda kiranya penting untuk belajar tentang bagaimana
dahulu teknologi – teknologi massal mengawali kematangannya. Teknologi
informasi dalam beberapa waktu yang akan datang tampaknya akan terus berubah
dengan cepat untuk menuju tingkat kemapanannya sendiri. Selama dalam proses
ini, masyarakat dunia maya sepertinya akan mampu menjadi masyarakat yang dapat
melakukan pengaturan sendiri (self regulation). Kendati demikian, karena dampak
CyberSpace sangat besar bagi kehidupan secara keseluruhan, campur tangan negara
– negara yang sangat diperlukan, khusussnya dalam merancang CyberCrime Law.
B.Kerangka
Hukum Yang Mengatur Cybercrime di indonesia
Menjawab tuntutan dan tantangan komunikasi global
lewat Internet, Undang-Undang yang diharapkan (ius konstituendum) adalah
perangkat hukum yang akomodatif terhadap perkembangan serta antisipatif
terhadap permasalahan, termasuk dampak negatif penyalahgunaan Internet dengan
berbagai motivasi yang dapat menimbulkan korban-korban seperti kerugian materi
dan non materi. Saat ini, Indonesia belum memiliki Undang - Undang khusus/
cyber law yang mengatur mengenai cybercrime Tetapi, terdapat beberapa hukum
positif lain yang berlaku umum dan dapat dikenakan bagi para pelaku cybercrime
terutama untuk kasuskasus yang menggunakan komputer sebagai sarana, antara
lain:
a. Kitab Undang Undang Hukum Pidana
Dalam upaya menangani kasus-kasus yang terjadi para penyidik melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaaan terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP. Pasal-pasal didalam KUHP biasanya digunakan lebih dari satu Pasal karena melibatkan beberapa perbuatan sekaligus pasal - pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada cybercrime antara lain :
1.) Pasal 362 KUHP
yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit
milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang
diambil dengan menggunakan software card generator di Internet untuk melakukan
transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang dikirimkan,
kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena
pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi.
2.) Pasal 378 KUHP
dapat dikenakan untuk penipuan dengan seolah olah menawarkan dan menjual suatu
produk atau barang dengan memasang iklan di salah satu website sehingga orang
tertarik untuk membelinya lalu mengirimkan uang kepada pemasang iklan. Tetapi,
pada kenyataannya, barang tersebut tidak ada. Hal tersebut diketahui setelah
uang dikirimkan dan barang yang dipesankan tidak datang sehingga pembeli
tersebut menjadi tertipu.
3.) Pasal 335 KUHP
dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang dilakukan melalui
e-mail yang dikirimkan oleh pelaku untuk memaksa korban melakukan sesuatu
sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelaku dan jika tidak dilaksanakan akan
membawa dampak yang membahayakan. Hal ini biasanya dilakukan karena pelaku
biasanya mengetahui rahasia korban.
4.) Pasal 311 KUHP
dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan media
Internet. Modusnya adalah pelaku menyebarkan email kepada teman-teman korban
tentang suatu cerita yang tidak benar atau mengirimkan email ke suatu mailing
list sehingga banyak orang mengetahui cerita tersebut.
5.) asal 303 KUHP
dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara online di
Internet dengan penyelenggara dari Indonesia.
6.) Pasal 282 KUHP
dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi maupun website porno yang banyak
beredar dan mudah diakses di Internet. Walaupun berbahasa Indonesia, sangat
sulit sekali untuk menindak pelakunya karena mereka melakukan pendaftaran
domain tersebut diluar negri dimana pornografi yang menampilkan orang dewasa
bukan merupakan hal yang ilegal.
7.) Pasal 282 dan
311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi
seseorang yang vulgar di Internet , misalnya kasus-kasus video porno para
mahasiswa.
8.) Pasal 378 dan
262 KUHP dapat dikenakan pada kasus carding, karena pelaku melakukan penipuan
seolah-olah ingin membeli suatu barang dan membayar dengan kartu kreditnya yang
nomor kartu kreditnya merupakan curian.
9.) 9.)Pasal 406
KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik
orang lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat
digunakan sebagaimana mestinya.
b. Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Menurut Pasal 1 angka (8) Undang -
Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, program komputer adalah sekumpulan
intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain
yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan
mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk
mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang
intruksi-intruksi tersebut. Hak cipta untuk program komputer berlaku selama 50
tahun (Pasal 30).
Harga program komputer/ software
yang sangat mahal bagi warga negara Indonesia merupakan peluang yang cukup
menjanjikan bagi para pelaku bisnis guna menggandakan serta menjual software
bajakan dengan harga yang sangat murah.
Misalnya, program anti virus seharga $ 50 dapat dibeli dengan harga Rp20.000,00. Penjualan dengan harga sangat murah dibandingkan dengan software asli tersebut menghasilkan keuntungan yang sangat besar bagi pelaku sebab modal yang dikeluarkan tidak lebih dari Rp 5.000,00 perkeping. Maraknya pembajakan software di Indonesia yang terkesan “dimaklumi” tentunya sangat merugikan pemilik hak cipta. Tindakan pembajakan program komputer tersebut juga merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (3) yaitu “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) “.
Misalnya, program anti virus seharga $ 50 dapat dibeli dengan harga Rp20.000,00. Penjualan dengan harga sangat murah dibandingkan dengan software asli tersebut menghasilkan keuntungan yang sangat besar bagi pelaku sebab modal yang dikeluarkan tidak lebih dari Rp 5.000,00 perkeping. Maraknya pembajakan software di Indonesia yang terkesan “dimaklumi” tentunya sangat merugikan pemilik hak cipta. Tindakan pembajakan program komputer tersebut juga merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (3) yaitu “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) “.
c. Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi
Menurut Pasal 1 angka (1) Undang - Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi
adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi
dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui
sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya. Dari definisi
tersebut, maka Internet dan segala fasilitas yang dimilikinya merupakan salah
satu bentuk alat komunikasi karena dapat mengirimkan dan menerima setiap
informasi dalam bentuk gambar, suara maupun film dengan sistem elektromagnetik.
Penyalahgunaan Internet yang mengganggu ketertiban umum atau pribadi dapat
dikenakan sanksi dengan menggunakan Undang- Undang ini, terutama bagi para
hacker yang masuk ke sistem jaringan milik orang lain sebagaimana diatur pada
Pasal 22, yaitu Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah,
atau memanipulasi:
1.
Akses ke jaringan telekomunikasi
2.
Akses ke jasa telekomunikasi
3.
Akses ke jaringan telekomunikasi khusus
Apabila anda melakukan hal tersebut seperti yang pernah terjadi pada
website KPU www.kpu.go.id, maka dapat dikenakan Pasal 50 yang berbunyi “Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”
d. Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen
Perusahaan
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang
No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah
berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya (alat
penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang
dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan. Misalnya
Compact Disk - Read Only Memory (CD - ROM), dan Write - Once -Read - Many
(WORM), yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti
yang sah.
e. Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan
atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Undang-Undang ini merupakan Undang-Undang yang paling
ampuh bagi seorang penyidik untuk mendapatkan informasi mengenai tersangka yang
melakukan penipuan melalui Internet, karena tidak memerlukan prosedur birokrasi
yang panjang dan memakan waktu yang lama, sebab penipuan merupakan salah satu
jenis tindak pidana yang termasuk dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf
q). Penyidik dapat meminta kepada bank yang menerima transfer untuk memberikan
identitas dan data perbankan yang dimiliki oleh tersangka tanpa harus mengikuti
peraturan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan. Dalam
Undang-Undang Perbankan identitas dan data perbankan merupakan bagian dari
kerahasiaan bank sehingga apabila penyidik membutuhkan informasi dan data
tersebut, prosedur yang harus dilakukan adalah engirimkan surat dari Kapolda ke
Kapolri untuk diteruskan ke Gubernur Bank Indonesia. Prosedur tersebut memakan
waktu yang cukup lama untuk mendapatkan data dan informasi yang diinginkan.
Dalam Undang-Undang Pencucian Uang proses tersebut lebih cepat karena Kapolda
cukup mengirimkan surat kepada Pemimpin Bank Indonesia di daerah tersebut
dengan tembusan kepada Kapolri dan Gubernur Bank Indonesia, sehingga data dan
informasi yang dibutuhkan lebih cepat didapat dan memudahkan proses
penyelidikan terhadap pelaku, karena data yang diberikan oleh pihak bank,
berbentuk: aplikasi pendaftaran, jumlah rekening masuk dan keluar serta kapan
dan dimana dilakukan transaksi maka penyidik dapat menelusuri keberadaan pelaku
berdasarkan data– data tersebut. Undang-Undang ini juga mengatur mengenai alat
bukti elektronik atau digital evidence sesuai dengan Pasal 38 huruf b yaitu
alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau
disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
f. Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Selain Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, Undang-Undang
ini mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b
yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima,
atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
Digital evidence atau alat bukti elektronik sangatlah berperan dalam
penyelidikan kasus terorisme, karena saat ini komunikasi antara para pelaku di
lapangan dengan pimpinan atau aktor intelektualnya dilakukan dengan
memanfaatkan fasilitas di Internet untuk menerima perintah atau menyampaikan
kondisi di lapangan karena para pelaku mengetahui pelacakan terhadap Internet
lebih sulit dibandingkan pelacakan melalui handphone. Fasilitas yang sering
digunakan adalah e-mail dan chat room selain mencari informasi dengan
menggunakan search engine serta melakukan propaganda melalui bulletin board
atau mailing list.
g. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet
& Transaksi Elektronik
Undang-undang ini, yang telah disahkan dan diundangkan
pada tanggal 21 April 2008, walaupun sampai dengan hari ini belum ada sebuah PP
yang mengatur mengenai teknis pelaksanaannya, namun diharapkan dapat menjadi
sebuah undang-undang cyber atau cyberlaw guna menjerat pelaku-pelaku cybercrime
yang tidak bertanggungjawab dan menjadi sebuah payung hukum bagi masyarakat
pengguna teknologi informasi guna mencapai sebuah kepastian hukum.
BAB
III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Cybercrime merupakan kejahatan dengan dimensi high-tech,
dan aparat penegak hukum belum sepenuhnya memahami apa itu cybercrime. Dengan
kata lain kondisi sumber daya manusia khususnya aparat penegak hukum masih lemah.Meski
Indonesia menduduki peringkat pertama dalam cybercrime pada tahun 2004,
akan tetapi jumlah kasus yang diputus oleh pengadilan tidaklah banyak. Dalam
hal ini angka dark number cukup besar dan data yang dihimpun oleh Polri
juga bukan data yang berasal dari investigasi Polri, sebagian besar data
tersebut berupa laporan dari para korban.
B.Saran
Upaya penanganan cybercrime membutuhkan keseriusan semua pihak
mengingat teknologi informasi khususnya internet telah dijadikan sebagai sarana
untuk membangun masyarakat yang berbudaya informasi. Keberadaan undang-undang
yang mengatur cybercrime memang diperlukan, akan tetapi apalah arti
undang-undang jika pelaksana dari undang-undang tidak memiliki kemampuan atau
keahlian dalam bidang itu dan masyarakat yang menjadi sasaran dari
undang-undang tersebut tidak mendukung tercapainya tujuan pembentukan hukum
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
·
Achmad Tahir, Penegakan Hukum Cybercrime di Indonesia.
·
DIni Putri Wahyuni, Bentuk Cybercrime dan Teknik
Penanganan Cybercrime di Indonesia, 2009, Unila:Lampung.
·
http://andriksupriadi.wordpress.com/2010/04/29/kebijakan-penanganan-dan-pencegahan-cyber-crime/
·
ttp://yudhim.dagdigdug.com/2008/02/26/membedah-kejahatan-internet-di-indonesia/
JTG casino and sportsbook app at Twin Cities - KTM Hub
BalasHapusThe $2.9 billion Twin 목포 출장안마 Cities Casino and Sportsbook app 충주 출장안마 offers the latest betting 충주 출장안마 odds, including live sports 전주 출장마사지 betting, live in-play betting 군포 출장샵 and